Review Album: Grace (1994)

Kenny Gunawan
3 min readApr 30, 2023

Tubuh Jeff Buckley akhirnya ditemukan setelah seminggu dikabarkan menghilang saat sedang berenang di kawasan Wolf River Harbor pada akhir Mei 1997, seorang penumpang perahu American Queen melihat tubuhnya terkait diantara bebatangan kayu di danau tersebut. Ia hanya merilis satu album semasa hidupnya.

Grace dimulai dengan “Mojo Pin” yang langsung memperkenalkan pendengar kepada warna suara Jeff Buckley. Lagu ini mencampurkan elemen psychedelic yang mengawang-awang dan hard rock yang muncul pada bagian chorus. Adiksi dan patah hati menjadi lyrical point dari opening track ini.

Riff utama dari title track “Grace” diciptakan oleh Gary Lucas yang disebut sebagai “sang pemain gitar magis”. Klimaks dari lagu ini memperlihatkan kepada pendengar kapabilitas Jeff sebagai penyanyi, ditambah dengan penghayatan lirik yang luar biasa. Pada interview tahun 1994, Jeff menjelaskan:

“It’s about not fearing death, or fearing any of those countless slings and arrows that you suffer sometimes on this earth, because somebody loves you. You’re not afraid to go, you’re not afraid to withstand what you need to withstand because there’s a tremendous fuel that you feel regenerating inside because of someone else’s love for you. That’s what Grace is about.

“Last Goodbye” adalah lagu yang paling sukses secara komersial dari album ini. Menduduki tangga ke-19 di chart alternatif Billboard tahun 1995. Masih memakai formula yang sama dengan dua lagu sebelumnya, dengan bumbu pop yang lebih kental, tidak mengherankan lagu ini sangat populer dan disukai.

Jeff Buckley memberi keadilan untuk “Lilac Wine” yang namanya sudah dibesarkan terlebih dahulu oleh Elkie Brooks dan Nina Simone. Lebih mendekati versi Nina Simone, Jeff membawakan lagu ini dengan sempurna diiringi piano dan string yang minimalis.

“So Real” dan “Lover, You Should’ve Come Over” menggambarkan mimpi buruk dan penyesalan yang datang karena ketidakdewasaan dalam berhubungan.

“Hallelujah” yang dinyanyikan Jeff terasa lebih kelam dan sensual dari versi asli yang ditulis oleh Leonard Cohen. Jeff sendiri menginterpretasikan “Hallelujah” sebagai sebuah selebrasi atas nama seks, cinta, dan kehidupan. Konten lirikal yang ada di lagu ini mengambil banyak inspirasi dari Alkitab.

Seperti pada lirik “You saw her bathing on the roof, her beauty and the moonlight overthrew you” menggambarkan cerita raja Daud yang memperistri Batsyeba setelah melihat kecantikannya saat mandi.

Ada juga “She tied you to her kitchen chair, she broke your throne and she cut your hair” yang menggambarkan pengkhianatan Delila kepada Samson dengan memotong rambutnya hingga hilang kekuatan.

“Corpus Christi Carol” merupakan himne tradisional Inggris yang telah muncul sejak abad ke-15, disusun ulang oleh Benjamin Britten pada 1961. Versi lirikal yang dinyanyikan oleh Janet Baker pada 1967 menjadi inspirasi Jeff untuk mencoba menyanyikan lagu ini, dan lagi-lagi ia berhasil.

“Eternal Life” terdengar lebih agresif dari trek lain di album ini, lebih Zeppelin-esque dan keras. Kita juga dapat mendengar kemarahan di suara Jeff untuk pertama kalinya.

Album ditutup dengan “Dream Brother” yang ditulis oleh Jeff sebagai sebuah peringatan untuk temannya yang bernama Chris Dowd supaya tidak meninggalkan pacarnya yang saat itu sedang hamil tua.

Dalam lirik “Don’t be like the one who made me so old/Don’t be like the one who left behind his name/’Cause they’re waiting for you like I waited for mine/And nobody ever came”, Jeff seolah-olah kembali ke masa lalu dan mencoba mengingatkan ayahnya sendiri yang hanya pernah ditemuinya sekali seumur hidup untuk hadir dalam masa kecilnya.

Grace memang terdengar berbeda dari album alternatif tahun 90an lainnya. Walaupun Jeff Buckley hanya merilis satu album sepanjang hidupnya, suara bagai malaikat dan musikalitasnya yang sensitif tidak akan lekang oleh waktu.

--

--